Sabtu, 15 Oktober 2011

Teori Konstruktivisme Vygotsky

Biografi
Vygotsky nama lengkapnya adalah Lev Semenovich Vygotsky. Ia lahir di Rusia pada tanggal 5 November 1896. Pada tanggal 11 Juni 1934, ia telah menjadi ahli psikologi perkembangan di soviet dan ia mendasarkan pada psikologicultural- historis. Vygotsky telah belajar privat pada Solomon Ashpiz dan lulus dari Universitas negeri di moskow 1917. Setelah itu, dia memberikan kuliah tentang psikologi di moskow pada tahun 1924. Dimana ia bekerja dengan khusus pada pemikiran (ide) tentang perkembangan kognitif, terutama hubungan antara bahasa dan pikiran, tulisannya menitik beratkan pada peran latar sejarah, budaya, dan faktor sosial. Dalam kognitif dan berdebat melalui bahasa khusus yang telah banyak dijadikan simbol dan alat-alat yang di sediakan masyarakat. Vygotsky meninggal karena kena TBC pada tahun 1934.
Teori Konstruktivisme
         Teori Konstruktivisme didefinisikan sebagai pembelajaran yang bersifat generatif, yaitu tindakan mencipta sesuatu makna dari apa yang dipelajari. Beda dengan aliran behavioristik yang memahami hakikat belajar sebagai kegiatan yang bersifat mekanistik antara stimulus respon, kontruktivisme lebih memahami belajar sebagai kegiatan manusia membangun atau menciptakan pengetahuan dengan memberi makna pada pengetahuannya sesuai dengan pengalamanya. Konstruktivisme sebenarnya bukan merupakan gagasan yang baru, apa yang dilalui dalam kehidupan kita selama ini merupakan himpunan dan pembinaan pengalaman demi pengalaman. Ini menyebabkan seseorang mempunyai pengetahuan dan menjadi lebih dinamis.
         Konstruktivisme adalah salah satu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita adalah konstruksi (bentukan) kita sendiri. Pengetahuan selalu merupakan akibat dari suatu konstruksi kognitif kenyataan melalui seseorang. Proses pembentukan ini berjalan terus menerus dengan setiap kali mengadakan reorganisasi karena adanya suatu pemahaman yang baru.Jean Piaget adalah psikolog pertama yang menggunakan filsafat konstruktivisme, sedangkan teori pengetahuannya dikenal dengan teori adaptasi kognitif. Sama halnya dengan setiap organisme harus beradaptasi secara fisik dengan lingkungan untuk dapat bertahan hidup, demikian juga struktur pemikiran manusia. Manusia berhadapan dengan tantangan, pengalaman, gejala baru, dan persoalan yang harus ditanggapinya secaca kognitif (mental). Untuk itu, manusia harus mengembangkan skema pikiran lebih umum atau rinci, atau perlu perubahan, menjawab dan menginterpretasikan pengalaman-pengalaman tersebut. Dengan cara itu, pengetahuan seseorang terbentuk dan selalu berkembang. Proses tersebut meliputi:
        1. Skema/skemata adalah struktur kognitif yang dengannya seseorang beradaptasi dan terus mengalami perkembangan mental dalam interaksinya dengan lingkungan. Skema juga berfungsi sebagai kategori-kategori utnuk mengidentifikasikan rangsangan yang datang, dan terus berkembang.
       2. Asimilasi adalah proses kognitif perubahan skema yang tetap mempertahankan konsep awalnya, hanya menambah atau merinci.
       3. Akomodasi adalah proses pembentukan skema atau karena konsep awal sudah tidak cocok lagi.
       4. Equilibrasi adalah keseimbangan antara asimilasi dan akomodasi sehingga seseorang dapat menyatukan pengalaman luar dengan struktur dalamya (skemata). Proses perkembangan intelek seseorang berjalan dari disequilibrium menuju equilibrium melalui asimilasi dan akomodasi.

Tepatnya seorang pemikir Rusia yang juga merupakan seorang marxis yang percaya bahwa kita bisa memahami manusia hanya dalam konteks lingkungan yang sosial historis. Karena itu Vygotsky berusaha menciptakan sebuah teori yang memadukan dua garis utama perkembangan “garis alamiyah ” yang muncul dari dalam diri manusia, dan garis “social historis” yang mempengaruhi manusia sejak kecil tanpa bisa dihindari. Lev Semenovich vygotsky tumbuh besar di Gomel, sebuah kota pelabuhan yang di Rusia sebelah barat. Vygotsky, lebih-lebih setelah tulisan tulisan itu di terjemahkan dari bahasa Rusia ke bahasa inggris. Ia merupakan salah satu tokoh termasyhur didalam bidang psikologi. Sebelum meninggal ia mewariskan pemikirannya yang mendobrak pemikiran psikologi saat itu. Menurutnya, apa yang menjadi perilaku manusia adalah proses penyesuaian diri dengan apa yang sesuai atau tepat (appropriate) dan menjadi harapan masyarakat/lingkungan.
Perkembangan kognitif pada manusia dipengaruhi oleh lingkungan. Manusia bukan hanya berkembang dalam arti sosial biologis, namun fungsi-fungsi psikologis terus meningkat sejak lahir. Fungsi- fungsi psikologi itu seperti persepsi, perhatian, memory, yang terus berkembang karena manusia terus bertransformasi dalam kontek social dan pendidikan. Melalui bahasa, sarana dan kebudayaan, hukum-hukum sosial manusia terus berkembang sampai mencapai fungsi psikologi kognitif tingkat tinggi.Disamping itu Vygotsky telah mengusulkan suatu mekanisme yang didalamnya budaya menjadi bagian dari hakekat (nature) setiap individu. Melalui berbagai pikiran atau mental yang berkelanjutan, wawasan atau “pikiran”ditransmisikan atau disalurklan dari generasi kegenerasi. Melalui bahasa dan produknya , misalnya ilmu pengetahuan, melek huruf, teknologi dan literature. Vygotsky berkeyakinan bahwa perkembangan tergantung baik pada factorbiologis menentukan fungsi-fungsi elementer memori, atensi, persepsi, dan stimulus respon, faktor sosial sangat penting artinya bagi perkembangan fungsi mental lebih tinggi untuk pengembangan konsep,  penalaran logis, dan pengambilan keputusan, teori Vygotsky ini, lebih menekankan pada aspek social dari pembelajaran.
Teori Belajar dari Perspektif Konstruktivis
Secara umum yang disebut konstruktivisme menekankan kontribusi seseorang pembelajar dalam memberikan arti, serta belajar sesuatu melalui aktivitas individu dan sosial. Tidak ada satupun teori belajar tentang konstruktivisme, namun terdapat beberapa pendekatan konstruktivis, misalnya pendekatan yang khusus dalam pendidikan matematik dan sains. Beberapa pemikir konstruktivis seperti Vigotsky menekankan berbagi dan konstruksi sosial dalam pembentukan pengetahuan (konstruktivisme sosial); sedangkan yang lain seperti Piaget melihat konstruksi individu lah yang utama (konstruktivisme individu).
Konstrukstivisme Individu
Para psikolog konstruktivis yang tertarik dengan pengetahuan individu, kepercayaan, konsep diri atau identitas adalah mereka yang biasa disebut konstruktivis individual. Riset mereka berusaha mengungkap sisi dalam psikologi manusia dan bagaimana seseorang membentuk struktur emosional atau kognitif dan strateginya. Piaget misalnya mengusulkan tahapan kognitif yang dilakukan oleh semua manusia. Berpikir pada tiap langkah memasukkan tahapan sebelumnya sehingga makin terorganisir dan adaptif dan makin tidak terikat pada kejadian kongkrit. Piaget menjelaskan bagaimana tiap individu mengembangkan schema, yaitu suatu sistem organisasi aksi atau pola pikir yang membuat kita secara mental mencerminkan “berpikir mengenainya”. Dua proses diaplikasikan dalam hal ini yaitu asimilasi dan akomodasi. Melalui asimilasi kita berusaha memahami hal yang baru dengan mengaplikasikan schema yang ada; sedangkan akomodasi terjadi ketika seseorang harus merubah pola berpikirnya untuk merespon terhadap situasi yang baru. Seseorang melakukan adaptasi dalam situasi yang makin kompleks ini dengan menggunakan schema yang masih bisa dianggap layak (asimilasi) atau dengan melakukan perubahan dan menambahkan pada schema-nya sesuatu yang baru karena memang diperlukan (akomodasi).
Penjelasan di atas menunjukkan penekanan Piaget terhadap pemahaman yang dibentuk oleh seseorang, sesuatu yang berhubungan dengan logika dan konstruksi pengetahuan universal yang tidak dapat dipelajari secara langsung dari lingkungan. Pengetahuan seperti itu berasal dari hasil refleksi dan koordinasi kemampuan kognitif dan berpikir serta bukan berasal dari pemetaan realitas lingkungan eksternalnya.
Hal yang paling mendasar dari penemuan Piaget ini adalah belajar pada siswa tidak harus terjadi hanya karena seorang guru mengajarkan sesuatu padanya, Piaget percaya bahwa belajar terjadi karena siswa memang mengkonstruksi pengetahuan secara aktif darinya, dan ini diperkuat bila siswa mempunyai kontrol dan pilihan tentang hal yang dipelajari. Hal ini tidaklah meniadakan faktor guru dalam proses pembelajaran, justru sebaliknya lah yang terjadi. Pengajaran oleh guru yang mengajak siswa untuk bereksplorasi, melakukan manipulasi, baik dalam bentuk fisik atau secara simbolik, bertanya dan mencari jawaban, membandingkan jawaban dari siswa lain akan lebih membantu siswa dalam belajar dan memahami sesuatu.
Konstruktivisme social
Berbeda dengan Piaget, Vygotsky percaya bahwa pengetahuan dibentuk secara sosial, yaitu terhadap apa yang masing-masing partisipan kontribusikan dan buat secara bersama-sama. Sehingga perkembangan pengetahuan yang dihasilkan akan berbeda-beda dalam konteks budaya yang berbeda. Interaksi sosial, alat-alat budaya, dan aktivitasnya membentuk perkembangan dan kemampuan belajar individual. Vygotsky melihat bahwa alat-alat budaya (termasuk di dalamnya kertas, mesin cetak, komputer dll) dan alat-alat simbolik (seperti sistem angka, peta, karya seni, bahasa, serta kode dan lambang) memainkan peran penting dalam perkembangan kognitif. Sistem angka romawi misalnya punya keterbatasan untuk operasi perhitungan; berbeda dengan sistem angka arab yang biasa kita gunakan yang mempunyai lambang nol, bisa dibentuk pecahan, nilai positif dan negatif, menyatakan bilangan yang tak terhingga besarnya dan lainnya. Sistem angka yang dipakai adalah alat budaya yang mendukung berpikir, belajar dan perkembangan kognitif. System simbol ini diberikan dari orang dewasa ke anak melalui interaksi formal ataupun informal dan pengajaran.
Vygotsky menekankan bahwa semua proses mental tingkat tinggi, seperti berpikir dan pemecahan masalah dimediasi dengan alat-alat psikologi seperti bahasa, lambang dan simbol. Orang dewasa mengajarkan alat-alat ini ke anak dalam kegiatan sehari-hari dan si anak menginternalisasi hal tersebut. Sehingga alat psikologis ini dapat membantu siswa meningkatkan perkembangan mental dan berpikirnya. Pada saat anak berinteraksi dengan orang tua atau teman yang lebih mampu, mereka saling bertukar ide dan cara berpikir tentang representasi dan konsep. Sehingga pengetahuan, ide, sikap dan sistem nilai yang dimiliki anak berkembang seperti halnya cara yang dia pelajari dari lingkungannya.


Tujuan dari teori ini adalah sebagai berikut:
          Adanya motivasi untuk siswa bahwa belajar adalah tanggung jawab siswa itu sendiri.
Mengembangkan kemampuan siswa untuk mengejukan pertanyaan dan mencari sendiri pertanyaannya.  Membantu siswa untuk mengembangkan pengertian dan pemahaman konsep secara lengkap.Mengembangkan kemampuan siswa untuk menjadi pemikir yang mandiri.
Lebih menekankan pada proses belajar bagaimana
belajar itu.

Bagaimana Pengetahuan dikonstruksi?
Untuk dapat menjelaskan bagaimana pengetahuan dibentuk, tiga penjelasan yang bertahap merangkum berbagai pendekatan konstruktivisme ini:
1. Realitas dan kebenaran dari dunia luar mengarahkan pembentukan pengetahuan. Individu merekonstruksi realitas diluarnya dengan membentuk representasi mental secara akurat yang mencerminkan “keadaan apa adanya”. Tahap pertama yang tidak lain model pemrosesan informasi dari teori belajar kognitif.
2. Proses internal dari Piaget yaitu organisasi, asimilasi dan akomodasi mengarahkan pembentukan pengetahuan. Jadinya pengetahuan bukan hanya cermin dari realitas, namun suatu abstraksi yang tumbuh dan berkembang dengan aktivitas kognitif. Pengetahuan bukan sekedar benar atau salah; namun terus tumbuh secara internal yang konsisten dan diorganisasikan seiring dengan perkembangannya.
3. Faktor eksternal dan internal mengarahkan pembentukan pengetahuan. Pengetahuan tumbuh melalui interaksi faktor-faktor internal (kognitif) dan eksternal (lingkungan dan sosial). Deskripsi Vygotsky tentang perkembangan kognitif melalui pengenalan dan pemakaian alat-alat budaya seperti bahasa konsisten dengan pandangan ini.
Hal berikutnya dalam pendekaran konstruktivis ini adalah pertanyaan tentang apakah pengetahuan yang dibentuk itu bersifat internal, umum dan dapat ditransfer atau terikat dalam ruang dan waktu pada saat dibentuk. Apa yang dijelaskan oleh Vigotsky bahwa belajar tergantung konteks sosial dan berada dalam lingkup budaya tertentu memang tepat. Namun apa yang disebut benar dalam waktu dan tempat tertentu bisa menjadi salah di tempat dan waktu yang lain, seperti anggapan bahwa bumi itu datar sebelum Colombus. Ide-ide tertentu berguna pada komunitas tertentu, namun tidak bermanfaat apa-apa di komunitas lain. Apa yang disebut pengetahuan baru ditentukan sebagiannya dengan bagaimana ide baru tersebut sesuai dengan praktek yang berlaku pada saat tersebut. Sepanjang waktu, praktek yang ada dipertanyakan dan bisa diganti, namun sebelum itu terjadi praktek yang ada terus dilakukan karena dinilai tetap menguntungkan.
Selain itu belajar juga terkondisikan berdasar tempat berlangsungnya kegiatan, biasa yang disebut enkulturasi atau proses mengadopsi norma-norma, perilaku, keahlian, kepercayaan, bahasa, sikap dari satu komunitas tertentu. Jadinya pengetahuan tidak hanya dilihat sebagai struktur kognitif individu saja tetapi sebagai buatan dari komunitas sepanjang waktu. Apa yang dilakukan oleh komunitas, cara bagaimana mereka berinteraksi dan menyelesaikan suatu hal, seperti halnya alat yang dibuat oleh komunitas, membentuk pengetahuan dari komunitas tersebut. Belajar artinya menjadi lebih mampu untuk berpartisipasi dalam kegiatan dan pemakaian alat dan mendapat bagian identitas sebagai anggota komunitas.
 Pandangan Teori Belajar Konstruktivisme
Salah satu prinsip psikologi pendidikan adalah bahwa guru tidak begitu saja memberikan pengetahuan kepada siswa, tetapi siswa yang harus aktif membangun pengetahuan dalam pikiran mereka. Tokoh yang berperan pada teori ini adalah Jean Piaget dan Vygotsky. Pendekatan konstruktivisme mempunyai beberapa konsep umum seperti:
  1. Pelajar aktif membina pengetahuan berasaskan pengalaman yang sudah ada.
  2. Dalam konteks pembelajaran, pelajar seharusnya membina sendiri pengetahuan mereka.
  3. Pentingnya membina pengetahuan secara aktif oleh pelajar sendiri melalui proses saling mempengaruhi antara pembelajaran terdahulu dengan pembelajaran terbaru.
  4. Unsur terpenting dalam teori ini ialah seseorang membina pengetahuan dirinya secara aktif dengan cara membandingkan informasi baru dengan pemahamannya yang sudah ada.
  5. Ketidakseimbangan merupakan faktor motivasi pembelajaran yang utama. Faktor ini berlaku apabila seorang pelajar menyadari gagasan-gagasannya tidak konsisten atau sesuai dengan pengetahuan ilmiah.
  6. Bahan pengajaran yang disediakan perlu mempunyai perkaitan dengan pengalaman pelajar untuk menarik minat pelajar.
Salah satu teori atau pandangan yang sangat terkenal berkaitan dengan teori belajar konstruktivisme adalah teori perkembangan mental Piaget yang merupakan bagian dari teori kognitif juga. Teori ini biasa juga disebut teori perkembangan intelektual atau teori perkembangan kognitif. Teori belajar tersebut berkenaan dengan kesiapan anak untuk belajar, yang dikemas dalam tahap perkembangan intelektual dari lahir hingga dewasa. Setiap tahap perkembangan intelektual yang dimaksud dilengkapi dengan ciri-ciri tertentu dalam mengkonstruksi ilmu pengetahuan. Misalnya, pada tahap sensori motor anak berpikir melalui gerakan atau perbuatan (Ruseffendi, 1988: 132).
Selanjutnya, Piaget yang dikenal sebagai konstruktivis pertama (Dahar, 1989: 159) menegaskan bahwa penekanan teori kontruktivisme pada proses untuk menemukan teori atau pengetahuan yang dibangun dari realitas lapangan. Peran guru dalam pembelajaran menurut teori kontruktivisme adalah sebagai fasilitator atau moderator. Pandangan tentang anak dari kalangan konstruktivistik yang lebih mutakhir yang dikembangkan dari teori belajar kognitif Piaget menyatakan bahwa ilmu pengetahuan dibangun dalam pikiran seorang anak dengan kegiatan asimilasi dan akomodasi sesuai dengan skemata yang dimilikinya. Asimilasi adalah penyerapan informasi baru dalam pikiran. Sedangkan, akomodasi adalah menyusun kembali struktur pikiran karena adanya informasi baru, sehingga informasi tersebut mempunyai tempat (Ruseffendi 1988: 133). Pengertian tentang akomodasi yang lain adalah proses mental yang meliputi pembentukan skema baru yang cocok dengan ransangan baru atau memodifikasi skema yang sudah ada sehingga cocok dengan rangsangan itu (Suparno, 1996: 7).
Lebih jauh Piaget mengemukakan bahwa pengetahuan tidak diperoleh secara pasif oleh seseorang, melainkan melalui tindakan. Belajar merupakan proses untuk membangun penghayatan terhadap suatu materi yang disampaikan. Bahkan, perkembangan kognitif anak bergantung pada seberapa jauh mereka aktif memanipulasi dan berinteraksi dengan lingkungannya. Sedangkan, perkembangan kognitif itu sendiri merupakan proses berkesinambungan tentang keadaan ketidak-seimbangan dan keadaan keseimbangan (Poedjiadi, 1999: 61).
Dari pandangan Piaget tentang tahap perkembangan kognitif anak dapat dipahami bahwa pada tahap tertentu cara maupun kemampuan anak mengkonstruksi ilmu berbeda-beda berdasarkan kematangan intelektual anak. Pada teori ini konsekuensinya dalah siswa harus memiliki ketrampilan unutk menyesuaikan diri atau adaptasi secara tepat.
Dari pengertian di atas, dapat dipahami bahwa belajar adalah suatu aktivitas yang berlangsung secara interaktif antara faktor intern pada diri pebelajar dengan faktor ekstern atau lingkungan, sehingga melahirkan perubahan tingkah laku.
Berikut adalah tiga dalil pokok Piaget dalam kaitannya dengan tahap perkembangan intelektual atau tahap perkembangan kognitif atau biasa juga disebut tahap perkembagan mental. Ruseffendi (1988: 133) mengemukakan; (1) perkembangan intelektual terjadi melalui tahap-tahap beruntun yang selalu terjadi dengan urutan yang sama. Maksudnya, setiap manusia akan mengalami urutan-urutan tersebut dan dengan urutan yang sama, (2) tahap-tahap tersebut didefinisikan sebagai suatu cluster dari operasi mental (pengurutan, pengekalan, pengelompokan, pembuatan hipotesis dan penarikan kesimpulan) yang menunjukkan adanya tingkah laku intelektual dan (3) gerak melalui tahap-tahap tersebut dilengkapi oleh keseimbangan (equilibration), proses pengembangan yang menguraikan tentang interaksi antara pengalaman (asimilasi) dan struktur kognitif yang timbul (akomodasi).
Berbeda dengan kontruktivisme kognitif  menurut Piaget, konstruktivisme sosial yang dikembangkan oleh Vigotsky adalah bahwa belajar bagi anak dilakukan dalam interaksi dengan lingkungan sosial maupun fisik. Penemuan atau discovery dalam belajar lebih mudah diperoleh dalam konteks sosial budaya seseorang (Poedjiadi, 1999: 62). Dalam penjelasan lain Tanjung (1998: 7) mengatakan bahwa inti konstruktivis Vigotsky adalah interaksi antara aspek internal dan ekternal yang penekanannya pada lingkungan sosial dalam belajar.
Adapun implikasi dari teori belajar konstruktivisme dalam pendidikan anak (Poedjiadi, 1999: 63) adalah sebagai berikut: (1) tujuan pendidikan menurut teori belajar konstruktivisme adalah menghasilkan individu atau anak yang memiliki kemampuan berfikir untuk menyelesaikan setiap persoalan yang dihadapi, (2) kurikulum dirancang sedemikian rupa sehingga terjadi situasi yang memungkinkan pengetahuan dan keterampilan dapat dikonstruksi oleh peserta didik. Selain itu, latihan memcahkan masalah seringkali dilakukan melalui belajar kelompok dengan menganalisis masalah dalam kehidupan sehari-hari dan (3) peserta didik diharapkan selalu aktif dan dapat menemukan cara belajar yang sesuai bagi dirinya. Guru hanyalah berfungsi sebagai mediator, fasilitor, dan teman yang membuat situasi yang kondusif untuk terjadinya konstruksi pengetahuan pada diri peserta didik.
                                                   
. Pembelajaran Menurut Teori Belajar Konstruktivisme
Sebagaimana telah dikemukakan bahwa menurut teori belajar konstruktivisme, pengetahuan tidak dapat dipindahkan begitu saja dari pikiran guru ke pikiran siswa. Artinya, bahwa siswa harus aktif secara mental membangun struktur pengetahuannya berdasarkan kematangan kognitif yang dimilikinya. Dengan kata lain, siswa tidak diharapkan sebagai botol-botol kecil yang siap diisi dengan berbagai ilmu pengetahuan sesuai dengan kehendak guru.
Unsur Penting dalam Lingkungan Pembelajaran Konstruktivis
Berdasarkan hasil analisis Akhmad Sudrajat terhadap sejumlah kriteria dan pendapat sejumlah ahli, Widodo, (2004) menyimpulkan tentang lima unsur penting dalam lingkungan pembelajaran yang konstruktivis, yaitu:
1. Memperhatikan dan memanfaatkan pengetahuan awal siswa
Kegiatan pembelajaran ditujukan untuk membantu siswa dalam mengkonstruksi pengetahuan. Siswa didorong untuk mengkonstruksi pengetahuan baru dengan memanfaatkan pengetahuan awal yang telah dimilikinya. Oleh karena itu pembelajaran harus memperhatikan pengetahuan awal siswa dan memanfaatkan teknik-teknik untuk mendorong agar terjadi perubahan konsepsi pada diri siswa.
2. Pengalaman belajar yang autentik dan bermakna
Segala kegiatan yang dilakukan di dalam pembelajaran dirancang sedemikian rupa sehingga bermakna bagi siswa. Oleh karena itu minat, sikap, dan kebutuhan belajar siswa benar-benar dijadikan bahan pertimbangan dalam merancang dan melakukan pembelajaran. Hal ini dapat terlihat dari usaha-usaha untuk mengaitkan pelajaran dengan kehidupan sehari-hari, penggunaan sumber daya dari kehidupan sehari-hari, dan juga penerapan konsep.
3. Adanya lingkungan sosial yang kondusif,
Siswa diberi kesempatan untuk bisa berinteraksi secara produktif dengan sesama siswa maupun dengan guru. Selain itu juga ada kesempatan bagi siswa untuk bekerja dalam berbagai konteks sosial.
4. Adanya dorongan agar siswa bisa mandiri
Siswa didorong untuk bisa bertanggung jawab terhadap proses belajarnya. Oleh karena itu siswa dilatih dan diberi kesempatan untuk melakukan refleksi dan mengatur kegiatan belajarnya.
5. Adanya usaha untuk mengenalkan siswa tentang dunia ilmiah.
Sains bukan hanya produk (fakta, konsep, prinsip, teori), namun juga mencakup proses dan sikap. Oleh karena itu pembelajaran sains juga harus bisa melatih dan memperkenalkan siswa tentang “kehidupan” ilmuwan.

Pembelajaran kontruktuvisme merupakan pembelajaran yang cukup baik dimana siswa dalam pembelajaran terjun langsung tidak hanya menerima pelajaran yang pasti seperti pembelajaran bihavioristik. Misalnya saja pada pelajaran pkn, tentang tolong menolong dan siswa di tugaskan untuk terjun langsung dan terlibat mengamati suatu lingkungan bagaimana sikap tolong menolong terbangun. Dan setelah itu guru memberi pengarahan yang lebih lanjut. Siswa lebih mamahami makna ketimbang konsep.
Kesimpulan
Jadi teori kontruktivisme adalah sebagai pembelajaran yang bersifat generatif, yaitu tindakan mencipta sesuatu makna dari apa yang dipelajari. Salah satu teori atau pandangan yang sangat terkenal berkaitan dengan teori belajar konstruktivisme adalah teori perkembangan mental Piaget yang merupakan bagian dari teori kognitif juga. Piaget menegaskan bahwa penekanan teori kontruktivisme pada proses untuk menemukan teori atau pengetahuan yang dibangun dari realitas lapangan. Peran guru dalam pembelajaran menurut teori kontruktivisme adalah sebagai fasilitator atau moderator. Pandangan tentang anak dari kalangan konstruktivistik yang lebih mutakhir yang dikembangkan dari teori belajar kognitif Piaget menyatakan bahwa ilmu pengetahuan dibangun dalam pikiran seorang anak dengan kegiatan asimilasi dan akomodasi sesuai dengan skemata yang dimilikinya.
Berbeda dengan kontruktivisme kognitif menurut Piaget, konstruktivisme sosial yang dikembangkan oleh Vigotsky adalah bahwa belajar bagi anak dilakukan dalam interaksi dengan lingkungan sosial maupun fisik. bahwa pembelajaran yang mengacu kepada teori belajar konstruktivisme lebih menfokuskan pada kesuksesan siswa dalam mengorganisasikan pengalaman mereka. Bukan kepatuhan siswa dalam refleksi atas apa yang telah diperintahkan dan dilakukan oleh guru.
Konstruktivisme  piaget
Aspek pembelajaran konstruktivisme menurut J. Piaget bermakna adaptasi terhadap lingkungan yang dilakukan melalui dua proses yaitu asimilasi dan akomodasi.
Asimilasi adalah proses kognitif dimana seseorang mengintegrasikan persepsi, konsep ataupun pengalaman baru ke dalam skema atau pola yang sudah ada dalam pikirannya.
Sedangkan Akomodasi, terjadi jika skema yang ada tidak cocok dengan rangsanganya. Maka dientuklah skema baru yang cocok dengan rangsangan yang baru atau memodifikasi skema yang telah ada sehingga cocok dengan rangsangan itu dan proses ini terjadi seiring dengan bertambahnya usia. jadi, menurut piaget perkembangan kognitif pada manusia adalah sebuah proses biologis.
KONSTRUKTIVISME VYGOTSKY
Menurut Vygotsky, apa yang menjadi perilaku manusia adalah proses menyesuaikan diri dengan apa yang sesuai atau diharapkan lingkungan. Perkembangan kognitif pada manusia selain proses biologis, juga karena proses transformasi. Tetapi tumbuh kembangnya dipengaruhi oleh lingkungan. (Vigotsky menyebutnya sebagai konstruksi sosial)
Manusia bukan hanya berkembang dalam arti sosial biologis, namun fungsi-fungsi psikologis terus meningkat dan berkembang karena manusia bertransformasi dalam konteks sosial dan pendidikan.
Inti teori Vygotsky adalah menekankan interaksi antara aspek internal dan eksternal dari pembelajaran dan penekanannya pada lingkungan sosial pembelajaran.
Pembangunan pengetahuan terjadi melalui interaksi sosial, begitupun dengan bentuk perkembangan kognitifnya yang terjadi karena keterkaitan diantara individu dan konteks sosial.
ALTERNATIF PENERAPAN TEORI KONSTRUKTIVISME DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA
      Dalam model belajar konstruktivis, penekanan tentang belajar dan mengajar lebih terfokus pada suksesnya siswa mengorganisasi pengalaman mereka, dan bukan pada kebenaran siswa dalam melakukan replikasi atas apa yang dikerjakan guru (Driver, 1988). Sebagai implikasi dari konseptualisasi ini, maka pebelajar hendaknya dipandang sebagai bagian yang aktif dan bertanggung jawab atas pembelajaran dirinya. Belajar dipandang sebagai perubahan konsepsi siswa yaitu konsepsi yang pada mulanya bersifat salah konsep menjadi konsepsi ilmiah. Di sisi lain, mengajar merupakan proses negosiasi makna.
      Dengan kondisi tersebut, penerapan model belajar konstruktivis dalam pembelajaran matematika diharapkan dapat menimbulkan suasana belajar yang bermakna (meaningful learning).
      Prinsip utama dari tradisi konstruktivis adalah pengetahuan tidak diterima secara pasif, melainkan dibangun secara aktif oleh individu. Gagasan-gagasan atau pemikiran-pemikiran tidak dapat dikomunikasikan maknanya melalui kata-kata atau kalimat, atau diberikan langsung kepada siswa, melainkan mereka sendiri yang membentuk makna tersebut (Wheatley, 1991).
      Berg (1991) menegaskan bahwa setiap pengajar harus menyadari dulu seperti apa prakonsepsi dan pengalaman yang sudah ada di dalam kepala siswa, dan kemudian dia harus menyesuaikan pelajaran dan cara mengajarnya dengan ‘pra’ pengetahuan tersebut. Hal ini perlu diberikan penekanan karena pembelajaran matematika menurut pandangan konstruktivis adalah membantu siswa untuk membangun konsep-konsep/prinsip-prinsip matematika dengan kemampuannya sendiri melalui proses internalisasi, sehingga konsep/prinsip itu terbangun kembali; transformasi informasi yang diperoleh menjadi konsep/prinsip baru (Nickson & Grows, dalam Hudojo, 1998).
      Temuan tentang efektifitas model belajar konstruktivis dapat digunakan sebagai landasan dalam mengembangkan dan meningkatkan mutu pendidikan matematika serta sebagai dukungan teoritis terhadap pandangan konstruktivisme dalam pembelajaran.
Tahapan pengembangan model belajar konstruktivis dalam penelitian ini adalah
1. Indentifikasi tujuan
Tujuan pembelajaran akan memberi arah dalam merancang program, implementasi program, dan evaluasi. Identifikasi tujuan sudah merujuk pada tujuan pembelajaran yang tercantum dalam garis-garis besar program pengajaran (GBPP) matematika kurikulum yang berlaku.
       2. Menetapkan isi (produk) belajar
Setelah menetapkan tujuan pembelajaran, maka langkah selanjutnya adalah menetapkan isi (produk) belajar. Pada tahap ini, ditetapkan konsep-konsep dan prinsip-prinip matematika yang mana yang harus dikuasai siswa. Dalam satuan pelajaran (SP), produk belajar yang telah ditetapkan itu dijabarkan dalam uraian materi.
      Setelah menetapkan tujuan pembelajaran, maka langkah selanjutnya adalah menetapkan isi (produk) belajar. Pada tahap ini, ditetapkan konsep-konsep dan prinsip-prinip matematika yang mana yang harus dikuasai siswa. Dalam satuan pelajaran (SP), produk belajar yang telah ditetapkan itu dijabarkan dalam uraian materi.
3. Identifikasi dan Klarisifikasi Pengetahuan awal siswa
Model konstruktivis menyadari dan memberi tekanan pada pentingnya pengetahuan awal siswa dalam proses pembelajaran. Belajar menurut pandangan konstruktivis adalah proses modifikasi dan restrukturisasi gagasan yang telah dimiliki siswa sebelum pembelajaran berlangsung. Identifikasi penegetahuan awal siswa dilakukan melalui tes, interview klinis dan peta konsep.
4. Identifikasi dan karisifikasi salah konsep siswa.
Pengetahuan awal yang telah diidentifikasi dan klarifikasi, perlu dianalisis lebih lanjut untuk menentukan mana diantaranya yang telah sesuai dengan konsep ilmiah, mana yang salah dan mana yang salah konsep. Salah konsep siswa perlu diketahui latar belakang dan penyebabnya, agar dapat dirancang strategi pembelajaran untuk mengubah salah konsep menjadi konsepsi ilmiah.
5. Perencanaan program pembelajaran dan strategi pengubahan salah konsep
Program strategi pembelajaran disusun berdasarkan tujuan pembelajaran, produk belajar, pengetahuan awal, dan salah konsep siswa. Program pembelajaran dibuat dalam bentuk satuan pengajaran dan strategi salah konsep disusun dalam bentuk modul kecil.
7.      Implementasi program pembelajaran dan strategi pengubahan konsepsi yang terdiri dari
 Evaluasi yang meliputi:
(1) penguasaan konsep,
 (2) pengubahan salah konsep,
(3) respon siswa terhadap hasil belajar. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

SILAHKAN BERKOMENTAR